Advertisement - Scroll ke atas
Opini

Evaluasi Program Makan Bergizi Gratis (MBG): Solusi atau Sekadar Janji?

770
×

Evaluasi Program Makan Bergizi Gratis (MBG): Solusi atau Sekadar Janji?

Sebarkan artikel ini
Ayu Khawlah (Aktivis Muslimah)
Ayu Khawlah (Aktivis Muslimah)

OPINI—Stunting adalah salah satu permasalahan serius yang tengah dihadapi Indonesia. Berdasarkan data Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), angka stunting nasional masih berada di kisaran 21,6% pada tahun 2024. Angka ini mencerminkan kondisi gizi buruk yang dialami sebagian besar anak Indonesia, terutama di daerah-daerah miskin.

Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah meluncurkan program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang bertujuan memberikan makanan bernutrisi kepada anak-anak. Namun, alih-alih menjadi solusi yang efektif, program ini justru menuai berbagai kritik tajam, mulai dari masalah pendanaan, kualitas makanan, hingga dugaan bahwa program ini lebih berorientasi pada pencitraan politik ketimbang menyelesaikan masalah mendasar.

Advertisement
Scroll untuk melanjutkan

Salah satu persoalan utama dalam program MBG adalah masalah pendanaan. Menurut laporan CNBC Indonesia (17/01/2025), anggaran yang dibutuhkan untuk menjalankan program ini mencapai Rp100 triliun.

Namun, hingga kini, dana yang tersedia belum mencukupi, sehingga hanya sebagian kecil anak-anak yang bisa merasakan manfaat program ini. Untuk menutupi kekurangan dana, pemerintah bahkan mempertimbangkan alternatif kontroversial, seperti menggunakan uang zakat hingga hasil rampasan koruptor (Viva.co.id, 17/01/2025).

Pendekatan ini menunjukkan kurangnya perencanaan matang dalam mengalokasikan anggaran. Alih-alih memberikan solusi berkelanjutan, pemerintah justru tampak gagap menghadapi tantangan pendanaan yang sebenarnya dapat diantisipasi sejak awal.

Masalah lain yang tidak kalah serius adalah kualitas makanan yang disalurkan. Seperti dilaporkan Tirto.id (17/01/2025), pemerintah akan memperketat pengawasan setelah ditemukan sejumlah kasus makanan yang tidak layak konsumsi. Kondisi ini membahayakan kesehatan anak-anak yang justru menjadi sasaran utama program MBG.

Ketidakmampuan memastikan kualitas makanan mencerminkan lemahnya sistem pengelolaan program ini. Hal ini justru memunculkan pertanyaan: bagaimana mungkin program yang dirancang untuk meningkatkan gizi anak-anak malah berpotensi menjadi ancaman kesehatan bagi mereka?

Selain itu, Sasaran program MBG seharusnya adalah anak-anak dari keluarga kurang mampu yang rentan terhadap kekurangan gizi. Namun, distribusi yang tidak merata dan data yang tidak valid menyebabkan banyak anak yang seharusnya menerima manfaat justru terlewatkan.

Sementara itu, korporasi penyedia makanan memperoleh keuntungan besar dari proyek ini, mempertegas anggapan bahwa program ini lebih berpihak pada kepentingan bisnis daripada rakyat.

Benarkah MBG Sekadar Proyek Populis?

Program MBG telah memicu spekulasi bahwa kebijakan ini lebih berorientasi pada pencitraan politik semata. Sebagai program populis, MBG tampak dirancang untuk menarik simpati publik tanpa menyentuh akar permasalahan. Padahal, penyebab utama tingginya angka stunting di Indonesia tidak hanya terkait akses terhadap makanan bergizi, tetapi juga kemiskinan struktural, ketimpangan ekonomi, dan lemahnya sistem pendidikan gizi di masyarakat.

Di sisi lain, ada indikasi bahwa program ini menguntungkan korporasi. Pasokan makanan untuk MBG sering kali melibatkan perusahaan besar, sementara para petani lokal yang sebenarnya dapat menjadi penyedia bahan pangan justru terpinggirkan. Dalam jangka panjang, kebijakan ini tidak membantu membangun kemandirian pangan nasional, melainkan memperkuat ketergantungan pada korporasi besar.

Program populis seperti ini juga berpotensi menciptakan beban fiskal yang besar. Dengan anggaran yang tidak pasti, pemerintah kemungkinan besar akan menambah utang atau mengalihkan dana dari sektor penting lainnya, seperti pendidikan atau kesehatan. Hal ini hanya akan memperburuk kondisi ekonomi negara dan menambah tekanan pada rakyat.

Solusi Islam dalam Menangani Masalah Gizi dan Stunting

Berbeda dengan sistem kapitalisme yang berorientasi pada keuntungan dan sering kali mengabaikan kesejahteraan rakyat, Islam menawarkan solusi yang komprehensif dan berkeadilan dalam menangani masalah gizi dan stunting. Dalam sistem Islam, negara memiliki tanggung jawab penuh untuk menjamin kebutuhan dasar rakyat, termasuk pangan.

Pertama, Pemenuhan Kebutuhan Dasar sebagai Hak Fundamental. Dalam Islam, pemenuhan kebutuhan dasar, seperti makanan, pakaian, dan tempat tinggal, adalah hak yang harus dijamin oleh negara. Rasulullah SAW bersabda: “Imam (pemimpin) adalah pengurus, dan ia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus.” (HR. Bukhari).

Negara wajib memastikan setiap individu dapat mengakses makanan bergizi tanpa diskriminasi. Hal ini dilakukan melalui kebijakan yang tidak hanya bersifat kuratif, tetapi juga preventif.

Kedua, Kedaulatan Pangan yang Mandiri. Islam mendorong negara untuk membangun kedaulatan pangan melalui pengelolaan sumber daya alam secara mandiri. Tanah-tanah pertanian yang subur dikelola untuk menghasilkan produk pangan berkualitas, sementara impor hanya dilakukan jika benar-benar diperlukan. Departemen kemaslahatan umum dalam sistem Khilafah akan bertugas mengelola sektor ini, memastikan distribusi pangan berjalan adil dan merata.

Ketiga, Pelibatan Para Ahli. Dalam merumuskan kebijakan, Islam menekankan pentingnya melibatkan para pakar yang kompeten. Dalam konteks pencegahan stunting, negara akan bekerja sama dengan ahli gizi, dokter, dan ekonom untuk menyusun program yang berbasis data dan berkelanjutan.

Keempat, Sumber Pendanaan yang Kokoh. Salah satu kekuatan sistem Islam adalah sumber pendanaan yang kokoh dan beragam. Dana negara diperoleh dari zakat, jizyah, kharaj, dan pengelolaan sumber daya alam. Dengan pengelolaan yang amanah dan transparan, dana ini cukup untuk membiayai berbagai program kesejahteraan tanpa membebani rakyat dengan pajak tinggi atau utang luar negeri.

Kelima, Edukasi dan Pemberdayaan Masyarakat. Selain memenuhi kebutuhan gizi, negara juga bertugas memberikan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya pola hidup sehat dan konsumsi makanan bergizi. Islam memandang pendidikan sebagai salah satu pilar utama dalam membangun generasi yang kuat dan produktif.

Demikianlah Islam melalui sistem Khilafah Islamiyyah menawarkan solusi yang menyeluruh, adil, dan berkelanjutan. Dengan menjamin pemenuhan kebutuhan dasar, membangun kedaulatan pangan, dan melibatkan para ahli, Khilafah mampu menciptakan generasi yang sehat dan kuat.

Maka sudah saatnya umat mempertimbangkan sistem Islam sebagai alternatif untuk mengatasi berbagai permasalahan bangsa, termasuk isu stunting yang menjadi ancaman serius bagi masa depan generasi. Wallahu A’lam Bishawab. (*)

 

Penulis: Ayu Khawlah (Aktivis Muslimah)

 

***

 

Disclaimer: Setiap opini/artikel/informasi/ maupun berupa teks, gambar, suara, video dan segala bentuk grafis yang disampaikan pembaca ataupun pengguna adalah tanggung jawab setiap individu, dan bukan tanggungjawab Mediasulsel.com.

error: Content is protected !!