Advertisement - Scroll ke atas
Opini

Pemuda dan Pelajar Kian Sadis, Imbas Sistem Kapitalis?

841
×

Pemuda dan Pelajar Kian Sadis, Imbas Sistem Kapitalis?

Sebarkan artikel ini
Pemuda dan Pelajar Kian Sadis, Imbas Sistem Kapitalis?
Nurhikmah

OPINI—Apa yang terlintas dalam benak kita ketika mendengar kata “Pemuda”? Agen Perubahan? Harapan bangsa? Aset Negara? Atau calon pemimpin peradaban? Tak ada yang berlebihan, sepanjang sejarah pemuda memang selalu menjadi pelopor perubahan.

Tak ayal presiden pertama Indonesia, Ir. Soekarno sampai mengatakan “Berikan aku 1000 orang tua niscaya akan kucabut semeru dari akarnya, berikan aku 10 pemuda niscaya akan ku guncangkan dunia”. Seperti itulah, predikat yang selalu disandingkan dalam diri seorang pemuda.

Advertisement
Scroll untuk melanjutkan

Namun, kenyataan hari ini seolah bertolak belakang. Banyak berita yang justru menayangkan kasus-kasus kejahatan yang diaktori oleh seorang pemuda. Misalnya saja, berita yang baru-baru ini terjadi, Mahasiswa Universitas Indonesia (UI) Depok, berinisial MNZ (19 tahun) yang ditemukan tewas dalam keadaan terbungkus plastik di kamar kosnya di Kawasan Kukusan, Beji, Kota Depok, Jumat (4/8/2023). Polisi kemudian mengungkap bahwa korban dibunuh oleh seniornya sendiri.

Wakasat Reskrim Polres Metro Depok, AKP Nirwan Pohan mengungkap, korban dibunuh oleh AAB (23 tahun), senior dan kenalan korban di kampus. Terduga pelaku membunuh MNZ karena iri dengan korban dan ingin mengambil barang berharganya. Pelaku membunuh korban dengan cara menusuk korban mengunakan senjata tajam berupa pisau lipat. Kemudian korban dibungkus dengan kantong plastik hitam yang direkatkan dengan lakban. (REPUBLIKA.CO.ID, 5/8/2023)

Tak hanya dalam lingkup kampus, realitas dunia pendidikan sekolah dasar maupun menengah hari ini juga tak kalah memilukan. Kasus perundungan, seks bebas, maupun narkoba sudah menjadi rahasia umum yang hampir tiap hari dipertontonkan diberbagai media.

Sebut saja ARR (15), siswa sekolah menengah atas di Banjarmasin, Kalimantan Selatan diamankan polisi karena menikam teman satu sekolah, MRN (15) saat pelajaran berlangsung. Penusukan dilakukan di dalam kelas pada Senin (31/7/2023) sekitar pukul 07.15 Wita. Akibat penusukan tersebut, korban harus mendapatkan perawatan intensif di RSUD Ulin, Banjarmasin. Sementara pelaku mengaku melakukan hal tersebut karena korban kerap mem-bully-nya.

Memang tak semua pemuda saat ini demikian, faktanya masih ada pemuda-pemuda yang tetap memegang identitas dirinya sebagai pelopor perubahan. Namun, pemuda hedon, liberal, bahkan kriminal justru jauh lebih mendominasi.

Apa yang Terjadi pada Pemuda Hari Ini?

Tak dipungkiri, output pendidikan saat ini memang nampak sangat rapuh. Ini tak terlepas dari pandangan hidup sekuler yang dijadikan standar dalam kurikulum pendidikan saat ini. Pemisahan aturan agama dari kehidupan (Sekularisme-Kapitalisme), menjadikan tujuan pendidikan hanya berorientasi pada nilai kerja dan materi semata, namun tidak mampu melahirkan generasi bersyaksiyah (berkepribadian) Islam.

Pemuda/pelajar yang lahir dari mabda sekuler-kapitalis juga cenderung apatis dan pragmatis. Misalnya saja motif pembunuhan mahasiswa UI tersebut, hanya karena perkara terdesak pembayaran pinjaman online, pelaku dengan tega membunuh juniornya sendiri untuk mengambil uang dan barang berharganya. Sangat jelas, bagaimana pemuda saat ini selalu berfikir praktis, sempit, dan instant.

Begitulah makna kebahagiaan yang lahir dari mabda sekuler, hanya terukur pada kesenangan jasmaniyah belaka. Alhasil, para pemuda/pelajar yang notabanenya memang berada pada masa pencarian jati diri selalu berusaha memenuhi dorongan kepuasan jasmaninya, tanpa mempertimbangkan berbagai resiko yang akan datang dikemudian hari. Ditambah pemenuhan kesenangan tersebut tak menjadikan halal-haram sebagai standar perbuatannya.

Hal ini diperparah oleh pengurusan negara terhadap pendidikan moral para pelajar, yang terkesan abai. Pendidikan agama diminimkan, bahkan materi pelajaran agama hanya diajarkan sebatas ilmu teoritis belaka namun nihil pengamalan.

Kalaupun sampai dalam bentuk pengamalan, tetapi hanya terbatas pada ibadah-ibadah mahdoh (wajib) semata, adapun penanaman aqidah maupun pembentukan kepribadian Islam sulit didapatkan dalam sistem pendidikan sekuler hari ini.

Saatnya Mengembalikan Potensi Besar Pemuda

Jika kekuatan, kreativitas, dan berbagai potensi yang dimiliki pemuda saat ini diarahkan pada jalan yang tepat maka bukan hal mustahil peradaban gemilang mampu untuk diraih.

Sebagaimana sosok Sultan Muhammad Al-Fatih mampu menaklukkan kota adidaya Konstantinopel pada usia mudanya 21 tahun, juga sebagaimana Mush’ab bin Umair menjadi duta pertama umat muslim di Madinah, sebagaimana Ibnu Sina mampu menyandang gelar bapak kedokteran modern, atau Al-Khawarizmi seorang ahli matematika penemu angka nol (aljabar).

Mereka semua adalah sosok pemuda yang mendedikasikan potensi mudanya untuk menciptakan karya hebat dan perubahan di tengah-tengah masyarakat.

Sejatinya, tak ada yang berbeda pemuda masa lalu dan pemuda saat ini, mereka sama-sama memiliki potensi yang luar biasa. Bahkan, pemuda hari ini harusnya justru mampu menciptakan perubahan yang jauh lebih hebat sebab didukung oleh kemajuan dan kecanggihan teknologi hari ini. Namun, mengapa hal itu tak dapat diciptakan?

Sebab, para pemuda masa lalu didukung oleh sistem kehidupan yang terbaik, yakni sistem Islam. Allah SWT. telah menyebutkan dalam firman-Nya (QS. Al-Maidah:3) bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang sempurna, yang tak hanya berperan sebagai agama ritual belaka tetapi juga menjadi ideologi yang melahirkan aturan kehidupan. Termasuk dalam perkara sistem pendidikannya.

Berbeda jauh dengan sistem pendidikan kapitalis yang hanya berorientasi pada nilai materi. Kurikulum pada pendidikan Islam wajib berlandaskan pada aqidah Islam. Mata pelajaran serta metodologi penyampaian materinya tidak boleh menyimpang dari kurikulum tersebut.

Adapun tujuan pendidikan Islam adalah melahirkan generasi yang memiliki kepribadian Islam, handal menguasai pemikiran Islam, menguasai ilmu-ilmu terapan IPTEK, dan memiliki keterampilan yang tepat dan berdaya guna bagi masyarakat maupun negara.

Pembentukan kepribadian Islam dilakukan pada semua jenjang pendidikan dan disampaikan sesuai proporsinya masing-masing. Dalam jenjang yang lebih tinggi, misalnya pada usia baligh jenjang SMP, SMA, hingga Perguruan Tinggi akan diajarkan materi-materi lanjutan.

Hal ini dimaksudkan agar generasi tak hanya ahli dalam ilmu-ilmu terapan tetapi juga memiliki kepribadian Islam. Bahkan karya-karya yang dihasilkannya benar-benar dapat diterapkan untuk kemaslahatan umat.

Dengan mekanisme sistem pendidikan seperti ini, generasi muda akan mengarahkan potensi emasnya pada hal yang mampu menciptakan perubahan bukan memanfaatkan berbagai ide dan kreativitasnya pada hal-hal remeh bahkan berujung pada tindak kejahatan.

Wallahu’alam Bisshawab

Penulis

Nurhikmah
(Tim Pena Ideologis Maros)

 

***

 

Disclaimer: Setiap opini/artikel/informasi/ maupun berupa teks, gambar, suara, video dan segala bentuk grafis yang disampaikan pembaca ataupun pengguna adalah tanggung jawab setiap individu, dan bukan tanggungjawab Mediasulsel.com.

error: Content is protected !!