Advertisement - Scroll ke atas
Opini

Perpisahan Sekolah

1213
×

Perpisahan Sekolah

Sebarkan artikel ini
Perpisahan Sekolah
Nurhidayah Mantong (Plt SMPN 9 Lembang, Pinrang).

OPINI—Menjelang akhir pelajaran semester genap sebagian besar sekolah merencanakan acara perpisahan bagi peserta didik yang akan menamatkan pembelajaraannya mulai dari jenjang TK, SD, SMP, dan SMA. Tentu perpisahan selalu menjadi momen yang dinantikan oleh murid dan guru.

Berbagai bentuk kegiatan dilakukan, dari sederhana sampai yang cukup merogoh dana dalam jumlah banyak, seperti mengadakan rekreasi dan acara besar-besaran dengan menampilkan berbagai hiburan.

Advertisement
Scroll untuk melanjutkan

Acara perpisahan juga sebagai tanda murid mengenang jasa guru-gurunya selama mengikuti pembelajaran. Guru sebagai orang tua di sekolah, memberi bimbingan sepenuh hati. Rela menahan amarah menghadapi murid yang punya karakter beragam.

Hukuman kerap menjadi solusi demi mengubah perilaku murid. Belum lagi jika guru yang harus berhubungan dengan pihak hukum ketika dianggap melakukan kekerasan terhadap murid. Keluhan guru di ruang guru setiap hari penuh dengan sebutan sederet nama-nama murid yang dianggap bermasalah.

Silih berganti orang tua diberi surat panggilan. Bahkan pihak polisi pun kadang harus terlibat langsung jika kekacauan yang berdampak besar tak lagi dapat ditangani oleh pihak sekolah seperti perkelahian dan tawuran.

Suka dan duka murid bersama teman-teman dan warga sekolah menjadi cerita tersendiri pada murid. Ada kisah sedih saat murid mendapatkan hukuman karena melanggar aturan kedisiplinan dan sebaliknya murid mendapatkan hadiah karena berhasil memperoleh prestasi yang membanggakan.

Terselip juga cerita-cerita lucu dengan sesama murid yang biasa terjadi secara tidak terduga. Ada cerita dimana seorang murid harus tertidur dan mengingau di kelas dan jadi bahan tertawaan teman-temannya.

Pun ada kisah sedih, seperti seorang guru yang dicintai atau teman sekelas meninggal. Kisah yang menjengkelkan pun terjadi seperti seorang murid yang mendapatkan perundungan (bullying) dari teman-temannya.

Tak luput pula kisah di kantin sekolah. Seorang siswa yang sering makan di kantin hanya bayar separuh dari jumlah makanananya, yang oleh ibu kantin tidak tahu karena saking sibuknya melayani pembeli. Dan beberapa masa setelah itu murid yang telah sukses kembali ke sekolah membayar hutangnya sekaligus meminta maaf pada si ibu kantin, wah mantap masih mengingat hutangnya.

Semua cerita bahagia dan sedih menjadi kenangan yang terparkir di benak murid dan menjadi bagian dari proses pembelajarannya yang nantinya menjadi bekal untuk dapat menjadi pribadi yang lebih baik atau bisa juga berkembang menjadi perilaku yang bermasalah.

Biasanya pada hari perpisahan, sambutan dari pihak sekolah mengharapkan murid tidak membawa kenangan sedih atau hal-hal negatif selama menempuh pendidikan, dan sekaligus memohon maaf jika ada kesalahan saat membimbing murid.

Begitupun sebaliknya, perwakilan murid yang akan tamat meminta maaf kepada guru atas segala kesalahan yang pernah dilakukannya. Inilah inti dari perpisahan sekolah dimana siswa akan mengenang jasa-jasa gurunya dan meminta maaf.

Meskipun harus dirangkaian dengan sejumlah persembahan seperti tarian, nyanyian dan yang lainnya. Pertanyaannya, apakah murid dapat melupakan kenangan yang negatif?

Nah, terlepas dari semaraknya acara perpisahan dan penamatan murid, perlu sekolah mulai mencanangkan bagaimana sebelum tahun pelaksanaan acara perpisahan, sekolah dapat mengumpulkan banyak ingatan atau memori indah pada murid. Penyimpanan hal-hal yang positif dan negatif terekam di ingatan setiap murid.

Tetapi alangkah lebih baiknya jika lebih banyak kenangan positif, kenangan yang membuat murid merasa berat melangkahkan kaki meninggalkan sekolah yang nyaman, asri, bersih dan tertata rapi, dan juga sedih berpisah dengan kepala sekolah, guru-guru, staf administrasi, satpam, penjaga kebersihan, dan ibu kantinnya yang penuh kasih sayang.

Kalau sekolah tidak mampu menciptakan ingatan dan pengalaman positif pada murid, berarti yang tersimpan adalah pengalaman negatif, dan itu dapat menjadikan kenanganan atau mungkin trauma bagi murid. Kenangan buruk pada murid terekam pada memorinya seperti mendapatkan kekerasan, bullying/perundungan, rasa kecewa atas perlakuan di sekolahnya.

Pada sebuah workshop tentang kesehatan mental, curhatan seseorang menceritakan seorang guru yang sampai kapanpun tidak dapat melupakan perlakuan kasarnya, seperti menghukum dengan memukul jarinya karena tak bisa menghapal rumus-rumus, atau dihukum keliling lapangan karena terlambat datang.

Pengalaman ini adalah kenangan negatif bagi murid dan akan membuatnya menjadi murid yang tertekan, tidak percaya diri, merasa khawatir dan penuh dengan kecemasan.

Pada masa yang akan datang, jika kenangan ini tidak diolah dengan baik, maka murid akan melakukan hal yang sama pada orang lain. Berbeda dengan murid yang menceritakan kisahnya dimana rasa kecewanya dapat menjadi motivasi bagi dirinya menemukan bakatnya karena ulah seorang guru yang mampu memahami kondisinya dan membimbingnya bangkit dari keterpurukannya.

Seumur hidup si murid akan selalu mengenang indah jasa gurunya dan menempatkan gurunya pada kualitas pikirannya, dan pada masa yang akan datang akan melakukan kebaikan pada orang lain karena pengalaman yang positif yang didapatkan dari gurunya.

Jadi pilihannya ada dua, menciptakan kenangan positif atau trauma? Tentu semua pendidik ingin muridnya menjadi orang yang memiliki kenangan indah dan menempatkannya pada pikiran yang berkualitas.

Bagaimana menciptakan pengalaman positif agar menjadi memori indah bagi murid? Mewujudkannya dengan menjadikan guru sebagai model atau teladan. Perilaku baik yang dicontohkan guru dapat menjadi stimulus bagi murid dalam proses pembelajarannya di sekolah.

Jika kemudian perilaku baik selalu terulang maka murid pun menjadikan perilaku baik sebagai kebiasaannya. Kebiasaan baik ini tentu menjadi refleksi dari pengetahuan awal murid dikonstruksi menjadi pengetahuan baru, sehingga dapat merubah perilakunya sebagai sebuah respon dari contoh yang diperlihatkan oleh guru.

Guru sebagai model ini didukung oleh teori kognitif yang memandang bahwa murid akan mendapatkan pengetahuan baru dari kombinasi pengetahuan yang didapatkan sebelumnya dengan pengetahuan yang didapatkan sesudahnya.

Adapun teori kontruvistik (constructivism) memandang murid telah memiliki pengetahuan, pengalaman dan keyakinan tentang sesuatu hal. Menjadi tugas guru untuk memfasilitasi agar terbangun pengetahuan, pengalaman dan keyakinan barunya.

Dua teori ini menenkankan bahwa, pada dasarnya setiap murid bukan kertas kosong, tapi murid adalah kertas yang sudah tertulis, dalam arti kata setiap murid memiliki pengetahuan.

Pengetahuan yang dimaksud di sini adalah pemahamannya tentang sesuatu hal yang dipengaruhi oleh lingkungannya (kodrat alam) menurut istilah Ki Hajar Dewantara, menjadikan setiap anak memiliki potensi dan kemampuan.

Dan saat si anak menjadi murid memasuki ruang kelas, maka tugas guru menstimulus potensi dan kemampuan si murid agar terbangun pengetahuan barunya. Jika guru melakukannya, maka sebagai respon dari murid akan terjadi perubahan sikap pada murid. Perubahan sikap baik atau buruk tergantung pada stimulus dan respon yang terjadi dari interaksi antara guru dan murid.

Menurut teori perilaku (behaviorism), berubahnya perilaku murid dalam belajar karena hasil dari stimulus dan respon. Stimulus adalah hal-hal yang dapat merangsang terjadinya kegiatan belajar mengajar. Respon adalah kegiatan yang muncul ketika terjadi kegiatan belajar mengajar.

Kurikulum merdeka belajar sangat menekankan pentingnya keteladanan guru yang bisa menstimulus dan melahirkan respon dari murid. Contoh stimulus adalah lingkungan yang baik, aman dan nyaman bagi murid dapat membantu murid menikmati pembelajarannya dengan baik.

Penataan taman, perpustakaan, laboratorium, dan ruang kelas. Menciptakan pola relasi yang baik dengan menerapkan budaya positif. Terpenting bagian dari stimulus dan respon menerapkan keteladanan pada murid, misalnya guru memberikan stimulus dengan ikhlas meminta maaf pada murid jika melakukan kesalahan.

Peristiwa ini menjadi informasi yang direspon oleh murid dan dapat mengubah pengetahuannya yang selama ini hanya murid yang harus meminta maaf pada guru berubah menjadi pengetahuan baru bahwasanya guru manusia biasa dapat membuat kesalahan dan seharusnya meminta maaf.

Pada prosesnya perubahan perilaku (mental) akan terjadi, sehingga murid dalam mengembangkan potensinya dapat menjadi seseorang yang tidak arogan, jujur dan siap bertanggungjawab dengan tindakannya. Respon negatif dapat terjadi bila stimulus dari guru kurang baik.

Misalnya guru serta merta menyalahkan murid yang tidak mengerjakan tugasnya tanpa mau menerima alasan atau masalah yang menyebabkan keterlambatan si murid mengumpulkan tugasnya. Respon murid yang terjadi adalah merasa kecewa, sedih dan tidak percaya dengan gurunya.

Kondisi ini dapat membuat perubahan pengetahuan bahwa guru sebagai orang tua di sekolah mampu menjadi tempat sandaran dari masalah yang dihadapinya, ternyata adalah seorang yang keras, otoriter dan bukan tempat yang nyaman baginya.

Banyak cara memfasilitasi stimulus dan respon baik yang dapat dilakukan kepada murid di kurikulum merdeka belajar. Karena kurikulum merdeka belajar menjadikan murid sebagai pusat pembelajaran. Pembelajaran berdefernsiasi salah satu dari pendekatan yang sarat dengan perlakuan stimulus bagi murid untuk pemenuhan kebutuhan belajar yang berbeda berdasarkan minat dan bakatnya.

Murid diberi kesempatan merespon keteladanan atau stimulus dari gurunya sesuai dengan kemampuannya. Stimulus dari guru dengan menghargai pengetahuan awal siswa mampu membantu murid mengekspresikan pemahamannya.

Apabila stimulus dan respon yang berkualitas selalu terjadi pada awal tahun pembelajarannya sampai pada acara perpisahan sekolah, maka acara perpisahan jauh lebih bermakna. Sesederhana dan seheboh apa pun acara perpisahannya.

Paling penting para murid meminta maaf tidak hanya sekadar basa-basi, dan sedih pun tidak hanya karena dipengaruhi suasana perpisahan, tapi karena memori yang penuh dengan kenangan indah. (*)

 

Penulis

Nurhidayah Mantong
(Plt SMPN 9 Lembang, Pinrang)

 

***

 

Disclaimer: Setiap opini/artikel/informasi/ maupun berupa teks, gambar, suara, video dan segala bentuk grafis yang disampaikan pembaca ataupun pengguna adalah tanggung jawab setiap individu, dan bukan tanggungjawab Mediasulsel.com.

error: Content is protected !!